Kematian Brigadir J, Menakar Nalar Netizen Bak Intelijen

00-pandapotan silalahi

TOPMETRO.NEWS – Kemarin, saya ngopi di sebuah warkop di bilangan Cihampelas. Di sana, ramai dikunjungi para penikmat dari berbagai kalangan dan ragam profesi. Ada sopir taksi, pengemudi ojek online, karyawan perusahaan.

Opini | *PANDAPOTAN SILALAHI

Saya lebih memilih mendekat di ‘lingkungan’ sopir taksi itu. Banyak pula topik yang mereka bahas. Salah satunya topik kematian Brigadir J yang dikait-kaitkan dengan sang jenderal yang sudah dinon-aktifkan itu.

Saya bisa melihat, pola pikir elemen masyarakat sekelas sopir taksi pun sudah mirip-mirip intelijen. Mereka sudah pintar-pintar, pikirku.

Memang sejak kematian Brigadir Josua alias Brigadir J pada 8 Juli 2022 dan diumumkan 11 Juli 2022 oleh Polres Jakarta Selatan, sampai sekarang, makin menarik untuk diikuti.

Rasa penasaran, mungkin rasa geram mereka masih terasa. Lihatlah koment-koment mereka di media sosial. Bak intelijen, mereka sudah bisa mereka-reka kemana arah ujung pangkalnya. Bahkan tak sedikit netizen yang sudah mantap menebak siapa pelaku dan aktor maupun otak intelektual yang menghabisi nyawa Brigadir Josua Hutabarat itu.

Meski polisi sudah menetapkan Bharada E sebagai tersangka, tak sedikit pula netizen menilai bahwa Bharada E hanya ‘tumbal’ alias kambing hitam. Mereka menilai, kalau pun Bharada E salah satu pelaku, mereka yakin masih banyak pelaku lain di sekitarnya yang (mungkin) terlibat.

Terlebih, kalau kita lihat ragam respons di twitter yang menanggapi penetapan Bharada E sebagai tersangka.

Ironis memang, manakala tersiar kabar bahwa Bharada E ternyata tidak jago tembak, sebagaimana yang pernah dijelaskan petinggi Polres Jakarta Selatan saat kasus ini baru-baru mencuat ke permukaan.

Sekadar diketahui, media massa kini sudah memuat siapa sebenarnya sosok sang tersangka Bharada E. Ternyata dia bukan sniper si jago tembak yang konon memuntahkan 5 peluru bisa mengenai 7 sasaran.

Belakangan diketahui, Bharada E hanya seorang sopir. Setidaknya ini pengakuannya kepada lembaga yang kini menangani perkara itu.

opini2

”Akh, dia itu kan tumbal,” terdengar sayup-sayup di komunitas itu.

”Pasti ada yang suruh,” celetuk yang lain.

”Kita lihat sajalah perkembangannya,” sebut pria di sebelahnya pula seolah meminta rekan-rekannya untuk tidak menghakimi siapa pun.

Langkah Maju atau Mutasi Biasa

Kamis (4/8/2022) malam, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo ‘mengamuk’. Bikin gebrakan baru. 3 personil setingkat jenderal, 5 personil berpangkat Kombes, 3 personil berpangkat AKBP, Kompol 2 personil dan Pama 7 personil dimutasi. Konon mereka ‘digusur’ lantaran terindikasi memperlambat proses penanganan kasus ”polisi tembak polisi” itu.

Sebagian memang, ini dianggap sebagai sebuah langkah maju untuk mendukung proses ini. Namun tak sedikit pula netizen yang masih apatis. Mencopot si anu dan memindahkannya ke tempat yang baru, akh itu hal biasa. Begitu kira-kira pendapat mereka.

Hal yang mereka inginkan sikap tegas se tegas-tegasnya dari Kapolri. Ya, pemecatan. Bukan sekadar ”merombak” dari sini ke sana. Atau dari sana ke situ.

Ini pulalah yang digaungkan Indonesia Police Watch (IPW) yang terus mengikuti peristiwa ‘Duren 3 Berdarah’ itu. Lembaga yang senantiasa menyoroti kinerja Polri ini meminta agar setiap oknum yang terlibat harus Diberhentikan Secara Tidak Hormat alias dipecat. Tidak sekadar copot.

Intinya perkara ini harus terbuka secara terang benderang. Polri harus mampu mengembalikan citra baiknya kepada 270 juta pasang mata masyarakat kita. Karena sejatinya, masih banyak hal-hal ganjil yang belum terungkap. Mulai dari ponsel Brigadir Josua, pakaian yang dikenakan saat peristiwa itu, HP tunangannya yang sempat disita polisi. Semua masih simpang siur. Padahal sudah hampir sebulan sejak peristiwa ini mencuat 8 Juli silam.

Sepengetahuan saya, untuk membantu mempercepat penyidik membongkar kasus ini, operator seluler pun masih bisa dimanfaatkan. Di sana seluruh chat (red, percakapan) isi ponsel mungkin masih terekam. Hanya sekadar masukan saja, tentunya.

Nalar netizen bak intelijen ini pun masih terus penasaran. Termasuk menunggu pemeriksaan dan pengakuan terhadap isteri sang jenderal yang katanya masih mengalami trauma mendalam.

Benarkah ada pelecehan di sana? Motifnya bagaimana, dan lain sebagainya. Apalagi sempat minta perlindungan dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), minta perlindungan dari siapa, masih belum jelas sampai sekarang.

Harapannya, Kapolri lewat bentukan tim khusus yang dipimpin Wakapolri mampu membongkar perkara ini dengan jernih. Sehingga rasa penasaran netizen yang bak intelijen itu terjawab. Apalagi Presiden Jokowi sudah berulang kali mengingatkan untuk dibuka secara jujur dan transparan. Kalau bukan arahan Pak Presiden, siapa lagi yang mau kita dengar? Semoga!

penulis : wartawan Topmetro.News, penikmat masalah-masalah sosial perkotaan.

Related posts

Leave a Comment